Pagi menjelang siang saya mengikuti acara diskusi. Acara ini diadakan oleh Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (GEMASABA) yang bertempat di balai perumahan Graha Kencana, Panglegur, Pamekasan. Pengadaan diskusi publik ini diselenggarakan untuk selain memperingati Hari Anti Korupsi juga sebagai upaya pencegahan berkorupsi.
Berbicara tentang korupsi seakan-akan tidak ada habisnya. Menjelajah jabatan dan keinginan menguasai adalah salah satu tujuan utama. Entah ingin menguasai jabatan atau menguasai keuntungan dijabatannya saya tidak tahu. Yang jelas perilaku menguasai tidak terlepas dari kepentingannya. Perbincangan dimulai dari tahap-tahapan perilaku korupsi. Berlanjut ke perbincangan mengenai hal-hal yang harus dicegah agar tidak berperilaku korupsi. Mulai dari pendidikan anti korupsi, pendidikan karakter, perilaku jujur, memperdalam keimanan, dan lain sebagainya. Intinya diarahkan ke hal-hal yang bisa mencegah.
Saya memang sangat kesal sekali melihat atau mendengar berita tertangkapnya seorang pejabat di televisi. Wajahnya menampakkan senyum sumringah. Mempertontonkan kebusukannya dengan senyuman. Hukumannya juga melebihi dari kenyamanan. Sehingga dapat dikatakan nyaman sekali. Coba kita lihat apa yang terjadi di kawanan pencuri-pencuri. Bahkan ada sebagian hukumannya tidak dijalankan dengan aturan hukum yang sudah berlaku. Hukum massalah yang dapat menunaikan perilaku kejahatannya. Apakah koruptor bukan penjahat? Penjahat bukan. Penjahat sejahat-jahatnya. Merampas uang rakyat dengan segala upaya pembohongan yang dilakukannya.
Saya bukanlah pemerhati koruptor atau seseorang yang bisa menangani kasus tersebut. Saya hanya seorang pembaca karya sastra. Jelas sekali kalau saya tahu permasalahan sosial, tapi melalui karya sastra, khususnya Prosa. Meskipun di dalam karya sastra cenderung fiktif, khayalan, imajinasi, dan sebagainya. Saya kira karya sastra cukup memberikan petunjuk, amanat, dan berbagai macam bentuk pengetahuan. Dari segi mana pun. Kita perhatikan kumpulan cerpen Klop karya Putu Wijaya, di sana banyak cerita-cerita satire yang menyangkut korupsi dan berbagai macam kejahatan. Dan begitu pula Agus Noor yang karya-karyanya kebanyakan membahas tentang fenomena politik. Dengan bukunya yang sekarang terbit dengan judul Lelucon Para Koruptor oleh penerbit Diva Press sudah sangat jelas bahwa penulis adalah pemerhati orang korupsi. Barangkali isi dalam karyanya itu menyangkut seluk-beluk keburukan Negaranya yang akhir-akhir ini kasusnya tak kunjung selesai. Seperti kasus Papa kemaren. Aduh...itu sungguh membuat saya muak.
Saya kira bahwa semua para pejabat harus diberikan bacaan seperti itu. Bahkan diwajibkan untuk mengetahui karya sastra. Meskipun dampaknya tidak terasa setidaknya tahu bagaimana rasanya membaca karya sastra yang bertema satire terhadap fenomena korupsi. Dan jangan lupa sisihkan waktu senggangnya jangan cuma mengobrol dengan kurva atau jenis-jenis pekerjaan keuangan di depan komputer. Ingatlah bahwa karya sastra itu bermanfaat.
Acara yang saya hadiri tadi pagi menjelang siang itu adalah sebagian dari gerakan mencegah terjadinya perilaku korupsi. Lantas apa yang harus kita lakukan supaya tidak korupsi? Saya yakin seyakin-yakinnya jika para pelaku yang hendak melakukan korupsi tidak akan melakukannya apabila mengucapkan "ada CCTV di antara kita" setiap kali akan melakukan kecurangan. Ini bisa diterapkan di berbagai macam kejahatan. Ungkapan itu saya peroleh dari M. Faizi selaku pengamat lalu lintas dan budaya.
Kita tidak bisa menyalahkan sistem dan segala yang berkaitan dengan kita. Terlebih dahulu salahkan diri kita sendiri. Sadarilah bahwa perilaku tersebut tidak baik dan dapat merugikan Negara pada umumnya. Apa kita cegah dengan mitos saja? Sebagaimana orang Madura memberikan anjuran seperti itu agar tidak dilakukannya. "Ketika aturan tertib lalu lintas bisa disepelekan, hukum dilecehkan, fatwa agama tidak diindahkan, yang dibutuhkan untuk memperbaiki sistem ini tampaknya adalah mitos. Maksudnya, upaya memperbaiki dan menata kembali itu masih dapat dilakukan, namun bukan lagi dengan hukum dan agama, melainkan melalui mitos. Orang dulu menciptakan mitos, di antaranya, adalah untuk ‘menjaga harmonisasi’ kehidupan" kira-kira begitu bunyinya menurut M. Faizi.
Saya kira masih banyak persoalan-persoalan tentang korupsi. Hal tersebut hanya sebagian kecil saja. Apalagi di Pamekasan. Kemarin saya mendengar bahwa orang yang dianggap jujur telah terjerat korupsi. Menggunakan uang rakyat atas kepentingannya. Miris sekali bukan?
Boleh korupsi asalkan tidak boleh melupakan CCTV. Boleh melupakan CCTV asalkan tidak boleh korupsi. Kira-kira seperti itu menurut saya.
Pamekasan, 09 Desember 2017.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar