Peristiwa hari rabu di tanggal 6 Juni 2018 Ibu terjatuh ketika sedang berjalan menuju Musolla. Tanah tempat Ibu terjatuh, diketahui rata tanpa ada batu-batu yang mencuat ke luar dari tanah. Kejadiannya tepat saat Ibu mau sholat Asyar. "Saya jatuh dua kali. Setelah jatuh dalam keadaan menahannya dengan tangan kemudian bangun tangan sakit dan terjatuh lagi dengan keadaan telentang." begitu ungkapnya ketika saya tanya.
Kabar kecelakaan ini membuat saya segera pulang. Karena beberapa minggu ini saya memang belum pernah pulang dengan alasan banyaknya acara beruntun sekaligus mencari informasi loker dan mendaftarkan diri ke beberapa perusahaan. Saya kemudian segera menemui Ibu di dalam rumah yang tangannya sudah dibalut dengan perban dan dilapisi kerudung miliknya. Kabar kecelakaan tangan Ibu yang patah membuat saya menyalahkan diri saya sendiri. Seandainya ada saya. Ibu mungkin tidak celaka. Karena beliau pasti ngajak saya shalat berjamaah bersama di Musolla. Tapi mau bagaimana lagi toh semuanya sudah ada yang ngatur.
Kejadian ini yang menurut Ibu sendiri berasal dari mimpi semalam. Ibu menghubung-hubungkannya dengan kejadian-kejadian sebelumnya. Ya seharus memang begitu sih jika ada suatu kejadian yang menimpa tiba-tiba. Pertanyaan dengan kata "jangan, jangan dan jangan, jangan". Semua butuh jangan, jangan. Tapi jangan sampai melupakan satu hal dari perihal jangan, jangan. Yaitu jangan melupakan Tuhan. Kembali ke perihal mimpi. Ini Ibu semalam katanya mimpi tentara tampan. Saya malah diam saja waktu beliau bercerita meskipun menurut saya tidak ada hubungan apa pun. Nanti kalau diberitakan judulnya jadi "Mimpi Tentara Tampan Membuat Seorang Jatuh Celaka" Haha. Tapi jangan, jangan ada hubungannya juga. Sebagaimana penafsir mimpi berlomba-lomba untuk memecahkan misteri dalam mimpi.
Katanya lagi. Kecelakaan ini terjadi gara-gara seorang perempuan nagih uang ikan berkali-kali. Padahal Ibu saya sedang tidur. Ibu saya terbangun juga karena kesal tidur enaknya diganggu-ganggu. Akhirnya Adzan Asyar berkumandang dan membuat Ibu tidak bisa melanjutkan tidurnya lagi. Ya terjadilah hal itu ketika hendak mau ke Musolla.
Dan satu hal lagi mengenai kecelakaan ini. Kejadian ini terjadi gara-gara tubuh Ibu saya didorong setan dari belakang, ini menurut pengakuan Ibu saya sih dan juga mendapat legitimasi dari seorang Kiai Dukun. Ibu saya diikuti setannya sejak dari kamar mandi. Oh berarti kurang ajar tuh setan ngintip Ibu saya mandi. Astagaa...ini bulan puasa, yang katanya setan itu dikerangkeng. Pikir saya. Lagi-lagi saya terdiam mengenai pengakuan itu. Ditaruhlah kemenyan di kamar mandi sebagai simbol sesajen. Ketika bapak datang bekerja nelayan pukul satu pagi. Beliau langsung negor Ibu setelah mengetahui bahwa Embak saya pergi ke Kiai Dukun. "Setan-setan apa itu di kamar mandi." katanya. Yah. Bapak saya memang begitu. Tapi kadang beliau setuju saja ketika beliau sakit dan Ibu menyuruhnya untuk meminta bantuan Kiai Dukun menangani sakitnya. Lucu sih. Mereka berdua memiliki kepercayaan yang berbeda meskipun ujung-ujungnya salah satu dari mereka pasti nurut. Ini mungkin demi kenyamanan bersama agar tidak berkonflik.
Kepercayaan-kepercayaan itu memang sebagian orang tidak mempercayainya bahwa bulan puasa setan masih berkeliaran. Tapi menurut pengakuan orang-orang sekitar. Bahwa kita harus mematuhi sesepuh kita yang mempercayai bahwa tidak ada bulan-bulan tertentu bagi setan itu meniadakan dirinya. Mereka selalu ada. Entah itu di hati dan di luar. Dari kejadian ini saya berkesimpulan bahwa apa yang dilakukan oleh perempuan yang menagih uang ikan itu adalah bentuk dari detik-detik ujian Tuhan mau datang. Ini menurut saya sih. Seandainya tidak dibanguni, Ibu tidak akan seperti ini. Tapi tetap saja dapat ujian. Ya namanya manusia. Pasti semua dikasih ujian. Tuhan mengatur waktu sebaik-baiknya dan kita tidak bisa tahu bagaimana bentuknya dari waktu-waktu itu.
Semoga di bulan penuh barokah ini, keluarga kami diberikan kesehatan dan juga keberkahan. Amiin.
Pamekasan, 2018.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar