Oleh: Zainal A. Hanafi
"Per-peran" merupakan sentral perayaan atas hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Banyak orang menyebutkan bahwa hal itu adalah tradisi turun temurun. Tradisi itu dilaksanakan mulai sejak dahulu, setelah Indonesia dinyatakan merdeka. Ini sangat memungkinkan bahwa warga menggunakan sarana delman peninggalan Belanda yang digunakan sebagai simbol perayaan. Berhubung desa kami, Bandaran-Tanjung adalah jalan raya, jalur menuju kota dan Provinsi. Jalan ini sebagai jalan bagi penjajah yang pernah menapaki pulau garam. Baik Belanda maupun Jepang. Ini setahu saya.
Sampai saat ini yang paling banyak dibicarakan di desa saya mengenai sejarah desa adalah Belanda. Karena sebelum desa ini dinamai dengan desa Bandaran. Desa ini menjadi pelarian tentara-tentara Belanda, atas musibah yang mereka timpa. Perut mereka tiba-tiba sakit dan mengalami diare setelah memakan salah satu buah-buahan kecil di desa tetangga. Maka dari itu desa saya dulu bernama "Cere'" yang artinya "Diare" dan nama tempat buah-buahan itu didapat bernama desa Keramat.
Karena nama itu menimbulkan keberatan oleh warga setempat. Akhirnya warga protes dengan membuat surat pergantian nama tempat kepada Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Waktu itu ada kabar bahwa Presiden akan datang ke pulau Madura. Nah pada saat Presiden itu mau lewat di jalan raya. Warga menutup jalan dengan menaruh "Carang" atau "ranting-ranting pohon bambu" sambil lalu menancapkan surat itu di sana. Digantilah oleh Presiden Soekarno pada waktu itu dengan nama Bandaran yang artinya "Pelabuhan". Kurang lebihnya begitu.
Perayaan "Per-peran" dimaknai dengan simbol silaturahmi antar desa Bandaran yang merupakan perbatasan Pamekasan bagian selatan dengan Tanjung yang merupakan perbatasan Sampang bagian selatan. Jadi tradisi ini hanya muncul di desa perbatasan. Saya sempat melihat dengan tradisi yang serupa di berita. Di Jawa Tengah, tempatnya saya lupa. Itu juga ada tradisi semacam ini. Ya mungkin banyak yang seperti ini. Tapi masih belum diketahui oleh masyarakat banyak.
"Per-peran" bisa juga diartikan sebagai tradisi di mana warga naik delman yang terdiri dari kuda beserta tempat duduk di belakang yang tak beratap dan memiliki Suspense atau "Pèr" kata orang sini. Mereka naik bolak balik ngukur jalan antara batas Bandaran dan Tanjung. Kemudian saya mengartikan bahwa tradisi ini sesungguhnya punya nilai filosofi tersendiri. Di balik perjalanan yang bolak-balik itu terdapat sesuatu yang bisa dimaknai dengan silaturahmi yang saling timbal-balik. Ini bukan perkara untuk desa Bandaran dan Tanjung. Tetapi jauh dengan perihal itu, hal ini telah mencakup keseluruhan masyarakat Madura yang punya kearifan lokal yang tinggi. Salah satunya adalah budaya kebersamaan atau "Ghutong-rojhung" (gotong-royong).
Perkembangan budaya "Per-peran" dari saya SD sampai saat ini. Masyarakat sini tak pernah lepas dari yang namanya budaya konsumsi. Saya tidak mau menyalahkan bahwa masyarakat sini terlalu berlebihan dalam mengonsumsi, baik pakaian maupun makanan. Tetapi saya hanya mau bicara seadanya saja. Karena saya juga pernah merasakan hal ini, di mana saya ditanamkan oleh rasa Ajhina Abâ' (harga diri) oleh keluarga saya sendiri. Menanam rasa itu telah memunculkan kebiasaan mengonsumsi berlebih. Karena para orang tua kebanyakan bilang bahwa mereka tidak ingin anaknya lain dari anak-anak yang lain. Misalkan beli baju baru. Ya mau tidak mau mereka harus memberikannya setiap perayaan itu mau berlangsung. Seperti percakapan saya kemarin. "Bu saya tidak usahlah dibelikan baju. Kan sudah ada baju yang masih layak pakai." dan ibu saya tetap membelikannya karena itu merupakan tanggung jawab bagi ibu katanya sebagai orang tua. Ibu saya tidak mau kalau temen saya pakai baju baru dan saya tidak. Ya mungkin kebanyakan orang tua juga begitu di sini maupun di luar sana.
Apa guna baju baru? Itu pertanyaan mendasar atas perilaku konsumsi. Kita bisa melumrahkan jika baju baru dibeli karena tidak punya baju yang layak lagi atau baju yang dulu sudah kekecilan. Tetapi kalau hanya menumpuk baju baru sedangkan baju lama masih bagus dan layak pakai dibiarkan. Ini malah "mubazir" jadinya. Katanya, bukankah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha yang wajib diperbarui itu adalah hatinya? Hati yang kotor selama tahun-tahun sebelumnya. Saya juga tak menyalahkan dalam hal ini sih. Hanya saja, betapa setidaknya mengurangi budaya itu sejak dini. Lebih baik disedekahkan kepada mereka yang tidak mampu. Tidak mampu membeli baju dan membayar uang sekolah. Itu lebih baik dan bisa membersihkan hati kita. Tapi tidak hanya itu cara untuk membersihkan hati. Banyak cara lainnya. Seperti mempererat silaturahmi.
Budaya di masyarakat sini juga cukup aneh. Selama berbulan-bulan sebelum lebaran mereka membeli emas untuk dipakai di hari raya. Ada juga yang memang membeli karena untuk menyimpan uang di dalam bentuk barang. Katanya emas adalah sebaik perhiasan yang bisa mengurangi pengeluaran uang. "Bila tak ada uang ya bisa digadaikan atau dijual sesuai dengan keperluan" katanya. Kebanyakan pembelian emas itu mereka peroleh dari hasil nelayan dan memancing. Kalau untuk orang yang bekerja di kantor. Biasanya menaruh uang bukan dalam bentuk barang, melainkan menitipkannya di Bank atau apalah itu. Ada juga yang hasil dari pekerjaan mereka diikutkan arisan. Sebagaimana kebutuhan yang tidak mendesak-desak sekali. Ada juga karena ingin tampil sebagai orang yang harus ada perhiasan di hari lebaran. Mereka meminjam uang untuk beli atau membelikan emas palsu sebagai gantinya. Karena harga diri katanya jika tidak ada emas di hari lebaran. Ini juga banyak kejadiannya.
Karena budaya konsumsi telah melekat sejak kecil. Tak banyak juga orang yang menyediakan usaha pinjam-meminjam, baik baju maupun barang-barang. Persediaan itu akhirnya menjadi budaya bagi mereka yang kesulitan bekerja. Karena usaha itu adalah usaha yang cukup gampang dan mudah dapat uang. Tapi segampang-gampangnya dapat uang pasti ada resikonya. Resiko dalam persediaan itu biasanya orang yang tidak bayar lalu kabur ke negeri lain dan sebagainya. Istilah dalam persediaan itu di sini disebut sebagai "Mindreng" (rentenir rumahan). Hal ini banyak dilakukan oleh kalangan gadis remaja yang menikah dengan orang yang umurnya sama. Alasan utama karena perekonomiannya kurang memadai dalam keluarganya.
Dapat disimpulkan bahwa budaya memakai pakaian baru dan memakai perhiasan di hari lebaran menjadi ajang pamer-pameran. Tapi ini tergantung orangnya masing-masing. Mereka berniat memamerkan apa tidak? Tapi menurut pengalaman saya bahwa itu nyata adanya. Budaya pamer-pameran memang berlangsung sampai saat ini. Di perayaan "Per-peran". Kenapa banyak orang yang duduk di halaman rumah dan menyesaki pinggir jalan raya? Apa tujuannya? Selama ini yang dilihat mereka adalah orang atau warga yang bolak-balik ngukur jalan memakai sepeda motor maupun "kar-dokaran" (naik delman). Poin penting yang saya terima adalah mereka tentu saja memiliki perbandingan-perbandingan atas apa yang mereka pakai. Apakah pakaian saya lebih bagus? Dan itu juga menimbulkan berbagai khayalan-khayalan. Pakaian pun juga harus disesuaikan dengan model yang telah berlangsung. Baik meniru ala artis Indonesia maupun barat. Sejauh ini budaya memamerkan ketek juga sangat banyak. Just kidding. Hehehe.
Tidak hanya itu yang terjadi. Perawatan juga menjadi pusat lerhatian yangbutama. Mana meluruskan rambut, memutihkan wajah, mengkritingkan rambut, atau apalah itu namanya. Itu juga terjadi. Tapi saya tidak mau berpanjang lebar tentang ini. Semua pasti tahu jika melihatnya langsung. Jadi jangan heran jika kenapa banyak orang dan rame di jalan raya Bandaran dan Tanjung? Itu semua adalah tradisi dan budaya yang saling memagut. Untuk kemacetan jalan saya rasa separuhnya bukan salah masyarakat kami yang membuat macet. Tapi salah satunya pemudik dan orang-orang pelosok desa yang turut hadir memeriahkannya. Mana lagi ada orkes di Camplong dan tempat-tempat lainnya. Perayaan ini usai dan dilanjut di malam harinya untuk ke Pamekasan. Memanjakan anak-anaknya atau mau asik mengapeli pacar karena sebulan puasa rindu. Hahai. Yah. Begitulah tradisi dan budaya kami. Kurang lebihnya saya mohon maaf. Kira-kira begitu pengetahuan saya. Jangan lupa kritik dan sarannya.
04 Juli 2018.